Cekrek-cekrek.
Anak jaman sekarang mana ada yang nggak kenal kamera. Nggak ada lagi sejarahnya malu di foto. Ya walaupun ada sih, beberapa. Aku juga kadang gitu, suka nggak pede, apalagi yang ngajak foto cantik, putih, ah pokonya parasnya sempurna. Kan minder, sebelahan aja suka ngerasa kayak, kopi di jejerin susu. Hahaha.
Aku kan macam kopi, hitam dan pahit. Ok, ini hiperbola sih. Lagian aku nggak sehitam itu.
Dari dulu aku sebenernya suka berfoto, cuman aku nggak sepercaya diri teman-teman. Aku selfie ya seadanya, karena nggak begitu pinter bergaya. Apalagi dulu kan aku masih pake hape qwerty yang kameranya aja cuman 2 megapiksel, padahal temen-temen sudah pada pake yang berbasis android. Tapi saat itu aku puas sama gedget itu sih. Dia smart dengan caranya sendiri, serba bisa, nyenengin pisan pokoknya.
Lalu kemudian, di idul fitri pertama setelah lulus smk, adikku ngebongkar celengannya, dia pengen sekali punya smartphone android seperti teman-temannya, jadi dia beli pakai uang tabungannya itu. Kupikir aku masih akan bertahan sama my kinda older smartphone. Tapi takdir berkata lain, bapakku berkata lain hahaha. Katanya celenganku yang nggak seberapa isinya itu di bongkar aja buat beli hape, tau aja si bapak kalau anaknya kepengen hape baru. Dan pas dibuka ternyata betul, isinya bahkan nggak ada 600 ribu.
Tapi bapak tetep ajak aku beli hape, dan yang termurah disana bahkan 850 ribu harganya. Aku sempat berpikir buat mengurungkan niat, tapi bapak dengan segala kebaikan hatinya dia bayarin sisanya.
Dan setelah punya smrtphone, aku malah tiap hari kerjanya cuma pegang hape. Yang jadi gila selfie, yang suka menghambur2kan uang cuma buat beli kuota internet, mubazir waktu, mubazir uang.
Kesukaan sama selfie itu lebih karena kamera canggih dengan filter luar biasa yang bikin kulit gula jawaku jadi cerah dan lebih cerah. Wah, aku jadi cantik. Begitu kiranya pas kulihat hasil fotonya. Dan itu nyata, nyata-nyata palsunya. Aku jadi tambah nggak bersyukur.
Muka manis berkat aplikasi kamera2 penuh kepalsuan itu kemudian jadi profile pic buat macem2 sosmedku. Namanya baru punya kan ya, semua aja dicoba, segala sosmed di coba. Betapa noraknya waktu itu.
Sampai ketika aku mengganti foto profil fesbuk, seseorang menuliskan cantik di kolom komentar. Awalnya aku terbuai, mabuk kepayang, melayang-layang karena pujian itu. Tapi semakin kemari, itu jadi menakutkan. Wajah asliku jadi terasa nggak nyaman. Dan aku benci merasa begitu.
Naluriah kalau perempuan inginnya tampak cantik. Tapi sungguh, bagiku menjadi apa adanya wajahku dan terus usaha memperbaiki diri terasa sejuta kali lebih nyaman. Sekalipun aku tidak bisa dibilang cantik dengan wajah seperti ini. Tapi ini wajahku, yang akan membuatmu percaya aku putri kandung bapak dan ibuku, juga saudara kandungnya mereka kakak-kakak dan adikku.
Meskipun dulu aku pernah diolok-olok karena kulit kecoklatan ini dan jadi tidak bisa punya rasa percaya diri, tapi sekarang aku sudah mulai mengerti. Tidak akan ada putih dan mulus kalau tidak ada coklat dan kusam sebagai pembandingnya. Tidak akan ada si cantik kalau tidak ada si tidak cantik untuk membandingkan.
Segala hal yang aku ketahui sejauh ini, mereka tidak tercipta begitu saja dengan satu sisi. Mereka punya dua atau bahkan beberapa sisi sekaligus.
Aku tidak benci pada kamera canggih itu, tapi aku akan memilih untuk tidak memakainya lagi kalau itu membuatku malu dengan keadaanku yang sesungguhnya. Tak masalah terlihat tidak cantik dalam foto dan aslinya, asalkan dunia tidak pangling padaku.